|
spicaku.blogspot.com |
Kesempatan kali ini aku tidak menulis apa-apa. Apa yang akan kalian baca adalah sebuah kutipan dari tulisan harian seorang mahasiswa tahun 60-an, namanya Soe Hok Gie. Aku mengagumi karya seninya yang terbentuk dalam kata-kata. Dan, aku ingin membagi keindahan kata-katanya kepada kalian.
Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa, pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui. Apakah kau masih selembut dahulu? memintaku minum susu dan tidur yang lelap sambil membenarkan letak leher kemejaku?
Kabut putih pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah Mandalawangi. Kau dan aku tegak berdiri melihat hutan-hutan yang suram. Meresapi belaian angin yang menjadi dingin.
Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu? jika ku dekap, kau dekaplah lebih mesra, lebih dekat. Apakah kau masih akan berkata, ku dengar detak jantungmu? Kita begitu berbeda dalam semua, kecuali dalam cinta.
Hari pun menjadi malam. Kulihat semuanya menjadi muram. Wajah-wajah yang tak kita kenal berbicara dalam bahasa yang kita tidak mengerti. Seperti kabut waktu itu.
Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekkah. Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza. Tapi, aku ingin menghabiskan waktuku di sisimu, sayangku. Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah Mandalawangi.
Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danau. Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra. Tapi aku ingin mati di sisimu, manisku. Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tahu.
Mari sini, sayangku, kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku, tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung! Kita tak pernah menanamkan apa-apa, kita takkan pernah kehilangan apa-apa.
Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan. Yang kedua, dilahirkan tapi mati muda. Dan yang tersial adalah berumur tua. Berbahagialah mereka yang mati muda. Makhluk kecil, kembalilah dari tiada ke tiada. Berbahagialah dalam ketiadaanmu.
Soe Hok Gie 1969
0 comments:
Posting Komentar