Di sebuah negri antah berantah hiduplah rakyat dengan makmur sejahtera. Tidak ada debat, konflik, bahkan perpecahan. Semua berjalan dengan sangat baik Anak-anak belajar di lembaga-lembaga pendidikan, sedangkan orang tua mereka menjalani kesibukannya masing-masing. Dokter bekerja di rumah sakit merawat bayi-bayi yang baru saja lahir, polisi dan tentara menjaga keamanan dari negri tersebut. Sekali lagi semua berjalan dengan teratur, sehingga dimana-mana yang ada hanya senyum di setiap wajah.
Tangis adalah satu kata yang sudah mulai menjadi sejarah di negri antah berantah. Dulunya negri ini juga hidup dengan bahagia sampai pada suatu ketika rakyatnya mulai mengikuti hawa nafsu mereka. Suatu kelompok dari mereka ingin menguasai kelompok lain. Satu kelompok ingin terlihat lebih baik dari yang lain. Nafsu nafsu dan nafsu berkuasalah yang mereka ketengahkan dalam setiap harinya. Mereka tidak sadar akan kerusakan yang mereka perbuat. Yang mereka tahu, mereka berkuasa, mempunyai uang banyak, dan hidup enak. Akibatnya kehancuran, kelaparan, pertumpahan darah ada di mana-mana.
Tangisan anak-anak merajai kolong langit negri, dan do'a-do'a orang suci melangit tinggi ke angkasa. Pada saat itulah kondisi manusia benar-benar berada dalam keterpurukan. Yang sengsara tidak dapat lagi menahan susahnya hidup, yang berkuasa tertawa ha ha ha ha.
Sang Pemimpin Negri mau tidak mau harus mengambil kebijakan atau negrinya akan tamat. Dia undang semua orang bijak dan orang pintar dari segala penjuru negri untuk datang ke istana. Ia tanya satu per satu mengenai sebab musabab mengapa rakyat nya menjadi seperti sekarang ini.
Seorang bijak menjawab, "Rakyat telah lupa siapa sebenarnya dirinya. Dia melupakan kewajibannya, melupakan tentang arti kedamaian, lupa akan indahnya kerukunan. Hal ini terjadi semata-mata karna nafsu telah mengalahkan akal mereka. Itu menurut hamba, Paduka Pemimpin Negri."
Seorang pintar menjawab, "Semua ini sederhana, Wahai Pemimpin Negri. Manusia adalah makhluk yang lemah. Dia tidak bisa menahan diri mereka saat godaan terhadap sesuatu yang menyenangkan datang pada mereka."
Satu orang dari mereka juga menjawab, "Manusia tidak tahu lagi bagaimana menggunakan rasa cinta, Paduka Pemimpin Yang Agung. Saat cinta mereka kelewat batas pada suatu hal, mereka cenderung ingin menguasai. Coba kita tengok para pemuda Negri ini yang sudah mulai melewati batas-batas kewajaran. Mereka saling memaksakan kehendak atau bahkan membunuh karena masalah sepele. Sementara itu, saat orang dewasa mencintai kekuasaan, mereka melakukan apa saja untuk memiliki kekuasaan itu. Hamba yang lemah mengusulkan agar rasa cinta di masing-masing orang dihilangkan, Paduka. Kita akan menciptakan ramuan untuk mengatur emosi mereka. Semua akan diatur oleh pembesar Negri. Sepertinya kita tidak akan mengalami banyak kesulitan karena kita sudah mempunyai alat-alat canggih."
Bangun dari Keterpurukan
Ramuan penghilang rasa cinta sudah selesai dibuat. Pada malam hari, ramuan yang berbentuk bubuk itu ditabur melalui pesawat. Bubuk ramuan bereaksi dengan sangat cepat karena bercampur dengan udara. Saat orang-orang bangun, mereka mendapati diri masing-masing aneh. Seperti ada sesuatu yang berbeda, batin mereka.
Negri mulai menunaikan perannya. Saat orang-orang keluar rumah, sudah ada Pegawai Negri yang mendekte apa yang harus rakyat lakukan setiap harinya. Semuanya serba dibatasi dan diatur sesuai peraturan Negri. Harta kekayaan yang berlebih diambil dan disalurkan kepada orang-orang yang selama ini tersiksa. Tanah-tanah perorangan menjadi milik Negri. Orang-orang yang belum mempunyai pekerjaan juga diberi pekerjaan. Hal-hal sepele pun dibatasi, seperti cara berpakaian, bahasa yang diucapkan, atau bahkan cara makan. Tapi hal ini membuat kehidupan di Negri tersebut mulai nampak membaik.
Kemajuan dan pembangunan terjadi dimana-mana. Semua rakyat berkontribusi sesuai pembagian tugas yang diberikan Pembesar Negri. Ada yang khusus mendesain rumah-rumah agar seragam, ada yang fokus menata tata letak Negri, ada yang bekerja untuk membangun fasilitas publik. Para peneliti melakukan penelitian dengan biaya pemerintah untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi rakyat. Dalam waktu yang tidak lama, Negri mampu dibangun lagi dari keterpurukan dan kehancuran. Rakyat tidak ada lagi yang sengsara, semua hidup terjamin.
Selanjutnya, kehidupan berjalan 'normal'. Benar-benar 'normal' karena semua rakyat menjalankan perannya. Setiap hari, setiap minggu, bulan, hingga berganti tahun. Bahkan beberapa dari mereka yang sudah mulai menua selalu mengerjakan sesuatu yang sama sepanjang usia sampai meninggal. Pemimpin Negri menganggap hal ini sebagai hal yang biasa, karena Negri dan rakyat mendapat manfaat yang sama. Simbiosis mutualisme. Dan semuanya sudah terbukti sampai sejauh ini.
Hadirnya Satu Masalah
Satu permasalahan hadir memusingkan Pemimpin Negri dan jajarannya. Ada hal-hal yang ternyata tidak bisa mereka kontrol seperti berjalannya waktu dan datangnya kematian. Negri tidak mampu mengatur waktu yang semakin lama membawa rakyat pada usia tua dan kematian. Awalnya hanya satu dua saja yang mati, tapi lama kelamaan angka kematian meninggi karena memang usia rakyat semakin menua. Di sisi lain, karena rasa cinta sudah tidak ada, tidak ada lagi hubungan antara laki-laki dan perempuan. Tidak ada pernikahan sama saja artinya tidak ada lagi keturunan. Harus berakhirkah Negri ini?
Kembali Pemimpin Negri meminta para pintar dan bijak mencari solusi atas permasalahan ini. Mereka dikumpulkan pada sebuah perpustakaan yang sangat besar yang berisi koleksi kitab-kitab kuno. Diharapkan ada keputusan bijak yang dapat diambil dari naskah kuno. Siang dan malam mereka hanya membaca, membaca dan membaca koleksi perpustakaan. Lembar demi lembar terbaca. Buku satu selesai berganti dengan buku yang lain.
Saat para pintar dan bijak sudah mulai lelah dan merasa tidak ada nasihat yang pas, satu orang berteriak dari pojokan perpustakaan. "Inilah solusi dari masalah kita! Inilah solusinya!", teriaknya. Berlari-lari ia menuju ke meja perpustakaan. Dikumpulkannya para pintar dan bijak melingkari meja.
"Saudaraku, sahabatku para pintar dan bijak sekalian. Aku telah menemukan sebuah kitab kuno yang selama ini tersimpan di pojokan perpustakaan kita. Aku rasa inilah solusi dari permasalahan di Negri kita," Jelasnya menggantung.
"Apa itu, sahabatku? Kami semua ingin tahu. Kita sudah membaca semua kitab tapi tidak menemukan nasehat yang cocok, hingga kita semua merasa lelah. Beri tahu kami secepatnya." Desak salah satu dari mereka.
"Lihatlah tulisan ini. Coba pahami tulisan ini. Aku telah menggaris bawahinya."
Ternyata keputusan para tetua mereka untuk menghilangkan rasa cinta adalah sesuatu yang salah. Bukan cinta berlebih yang membuat mereka dulu saling mengalahkan dan menghancurkan. Bukan pula karena manusia adalah makhluk yang lemah dan tidak mampu mengendalikan diri mereka. Rakyat yang dulu hanya tidak mau mengerti siapa dia dan mulai melupakan siapa diri mereka sebenarnya. Mereka hanya butuh pengontrolan diri.
Hasil temuan ini dilaporkan kepada Pemimpin Negri. Ia memerintahkan kepada para peneliti untuk menciptakan ramuan agar semuanya kembali seperti semula. Negri akan mengembalikan rasa cinta kepada setiap rakyatnya. Selain itu, Negri akan membebaskan setiap penduduk untuk mengatur diri mereka sendiri. Tidak ada lagi penjaminan seperti yang selama ini didapatkan.
Kesempatan dan resiko memang selalu berjalan bersama. Dengan mengembalikan keadaan seperti semula, orang-orang akan menjalani kehidupan yang normal kembali. Normal dalam arti yang sebenarnya. Di sisi lain, resiko perpecahan dan kehancuran akan selalu membayangi mereka. Bisakah mereka meraih kebahagiaan dari 'kesempatan kedua' ini? Tak seorangpun tahu masa depan itu seperti apa.
* Terinspirasi dari film The Giver.
Tangis adalah satu kata yang sudah mulai menjadi sejarah di negri antah berantah. Dulunya negri ini juga hidup dengan bahagia sampai pada suatu ketika rakyatnya mulai mengikuti hawa nafsu mereka. Suatu kelompok dari mereka ingin menguasai kelompok lain. Satu kelompok ingin terlihat lebih baik dari yang lain. Nafsu nafsu dan nafsu berkuasalah yang mereka ketengahkan dalam setiap harinya. Mereka tidak sadar akan kerusakan yang mereka perbuat. Yang mereka tahu, mereka berkuasa, mempunyai uang banyak, dan hidup enak. Akibatnya kehancuran, kelaparan, pertumpahan darah ada di mana-mana.
Tangisan anak-anak merajai kolong langit negri, dan do'a-do'a orang suci melangit tinggi ke angkasa. Pada saat itulah kondisi manusia benar-benar berada dalam keterpurukan. Yang sengsara tidak dapat lagi menahan susahnya hidup, yang berkuasa tertawa ha ha ha ha.
Sang Pemimpin Negri mau tidak mau harus mengambil kebijakan atau negrinya akan tamat. Dia undang semua orang bijak dan orang pintar dari segala penjuru negri untuk datang ke istana. Ia tanya satu per satu mengenai sebab musabab mengapa rakyat nya menjadi seperti sekarang ini.
Seorang bijak menjawab, "Rakyat telah lupa siapa sebenarnya dirinya. Dia melupakan kewajibannya, melupakan tentang arti kedamaian, lupa akan indahnya kerukunan. Hal ini terjadi semata-mata karna nafsu telah mengalahkan akal mereka. Itu menurut hamba, Paduka Pemimpin Negri."
Seorang pintar menjawab, "Semua ini sederhana, Wahai Pemimpin Negri. Manusia adalah makhluk yang lemah. Dia tidak bisa menahan diri mereka saat godaan terhadap sesuatu yang menyenangkan datang pada mereka."
Satu orang dari mereka juga menjawab, "Manusia tidak tahu lagi bagaimana menggunakan rasa cinta, Paduka Pemimpin Yang Agung. Saat cinta mereka kelewat batas pada suatu hal, mereka cenderung ingin menguasai. Coba kita tengok para pemuda Negri ini yang sudah mulai melewati batas-batas kewajaran. Mereka saling memaksakan kehendak atau bahkan membunuh karena masalah sepele. Sementara itu, saat orang dewasa mencintai kekuasaan, mereka melakukan apa saja untuk memiliki kekuasaan itu. Hamba yang lemah mengusulkan agar rasa cinta di masing-masing orang dihilangkan, Paduka. Kita akan menciptakan ramuan untuk mengatur emosi mereka. Semua akan diatur oleh pembesar Negri. Sepertinya kita tidak akan mengalami banyak kesulitan karena kita sudah mempunyai alat-alat canggih."
Bangun dari Keterpurukan
Ramuan penghilang rasa cinta sudah selesai dibuat. Pada malam hari, ramuan yang berbentuk bubuk itu ditabur melalui pesawat. Bubuk ramuan bereaksi dengan sangat cepat karena bercampur dengan udara. Saat orang-orang bangun, mereka mendapati diri masing-masing aneh. Seperti ada sesuatu yang berbeda, batin mereka.
Negri mulai menunaikan perannya. Saat orang-orang keluar rumah, sudah ada Pegawai Negri yang mendekte apa yang harus rakyat lakukan setiap harinya. Semuanya serba dibatasi dan diatur sesuai peraturan Negri. Harta kekayaan yang berlebih diambil dan disalurkan kepada orang-orang yang selama ini tersiksa. Tanah-tanah perorangan menjadi milik Negri. Orang-orang yang belum mempunyai pekerjaan juga diberi pekerjaan. Hal-hal sepele pun dibatasi, seperti cara berpakaian, bahasa yang diucapkan, atau bahkan cara makan. Tapi hal ini membuat kehidupan di Negri tersebut mulai nampak membaik.
Kemajuan dan pembangunan terjadi dimana-mana. Semua rakyat berkontribusi sesuai pembagian tugas yang diberikan Pembesar Negri. Ada yang khusus mendesain rumah-rumah agar seragam, ada yang fokus menata tata letak Negri, ada yang bekerja untuk membangun fasilitas publik. Para peneliti melakukan penelitian dengan biaya pemerintah untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi rakyat. Dalam waktu yang tidak lama, Negri mampu dibangun lagi dari keterpurukan dan kehancuran. Rakyat tidak ada lagi yang sengsara, semua hidup terjamin.
Selanjutnya, kehidupan berjalan 'normal'. Benar-benar 'normal' karena semua rakyat menjalankan perannya. Setiap hari, setiap minggu, bulan, hingga berganti tahun. Bahkan beberapa dari mereka yang sudah mulai menua selalu mengerjakan sesuatu yang sama sepanjang usia sampai meninggal. Pemimpin Negri menganggap hal ini sebagai hal yang biasa, karena Negri dan rakyat mendapat manfaat yang sama. Simbiosis mutualisme. Dan semuanya sudah terbukti sampai sejauh ini.
Hadirnya Satu Masalah
Satu permasalahan hadir memusingkan Pemimpin Negri dan jajarannya. Ada hal-hal yang ternyata tidak bisa mereka kontrol seperti berjalannya waktu dan datangnya kematian. Negri tidak mampu mengatur waktu yang semakin lama membawa rakyat pada usia tua dan kematian. Awalnya hanya satu dua saja yang mati, tapi lama kelamaan angka kematian meninggi karena memang usia rakyat semakin menua. Di sisi lain, karena rasa cinta sudah tidak ada, tidak ada lagi hubungan antara laki-laki dan perempuan. Tidak ada pernikahan sama saja artinya tidak ada lagi keturunan. Harus berakhirkah Negri ini?
Kembali Pemimpin Negri meminta para pintar dan bijak mencari solusi atas permasalahan ini. Mereka dikumpulkan pada sebuah perpustakaan yang sangat besar yang berisi koleksi kitab-kitab kuno. Diharapkan ada keputusan bijak yang dapat diambil dari naskah kuno. Siang dan malam mereka hanya membaca, membaca dan membaca koleksi perpustakaan. Lembar demi lembar terbaca. Buku satu selesai berganti dengan buku yang lain.
Saat para pintar dan bijak sudah mulai lelah dan merasa tidak ada nasihat yang pas, satu orang berteriak dari pojokan perpustakaan. "Inilah solusi dari masalah kita! Inilah solusinya!", teriaknya. Berlari-lari ia menuju ke meja perpustakaan. Dikumpulkannya para pintar dan bijak melingkari meja.
"Saudaraku, sahabatku para pintar dan bijak sekalian. Aku telah menemukan sebuah kitab kuno yang selama ini tersimpan di pojokan perpustakaan kita. Aku rasa inilah solusi dari permasalahan di Negri kita," Jelasnya menggantung.
"Apa itu, sahabatku? Kami semua ingin tahu. Kita sudah membaca semua kitab tapi tidak menemukan nasehat yang cocok, hingga kita semua merasa lelah. Beri tahu kami secepatnya." Desak salah satu dari mereka.
"Lihatlah tulisan ini. Coba pahami tulisan ini. Aku telah menggaris bawahinya."
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ
أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS.
al-Hujurat [49]: 13
Ternyata keputusan para tetua mereka untuk menghilangkan rasa cinta adalah sesuatu yang salah. Bukan cinta berlebih yang membuat mereka dulu saling mengalahkan dan menghancurkan. Bukan pula karena manusia adalah makhluk yang lemah dan tidak mampu mengendalikan diri mereka. Rakyat yang dulu hanya tidak mau mengerti siapa dia dan mulai melupakan siapa diri mereka sebenarnya. Mereka hanya butuh pengontrolan diri.
Hasil temuan ini dilaporkan kepada Pemimpin Negri. Ia memerintahkan kepada para peneliti untuk menciptakan ramuan agar semuanya kembali seperti semula. Negri akan mengembalikan rasa cinta kepada setiap rakyatnya. Selain itu, Negri akan membebaskan setiap penduduk untuk mengatur diri mereka sendiri. Tidak ada lagi penjaminan seperti yang selama ini didapatkan.
Kesempatan dan resiko memang selalu berjalan bersama. Dengan mengembalikan keadaan seperti semula, orang-orang akan menjalani kehidupan yang normal kembali. Normal dalam arti yang sebenarnya. Di sisi lain, resiko perpecahan dan kehancuran akan selalu membayangi mereka. Bisakah mereka meraih kebahagiaan dari 'kesempatan kedua' ini? Tak seorangpun tahu masa depan itu seperti apa.
* Terinspirasi dari film The Giver.
0 comments:
Posting Komentar